Selasa, 08 Januari 2013

The Art of Structural Engineering

The Art of Structural Engineering







Rate This

Suatu judul yang menarik, saya ambil dari bukunya prof Alan Holgate tentang “The Work of Jorg Schlaich and his Team“, karya-karya prof Jorg Schlaich, guru besar emeritus di Uni Stuttgart sekaligus penemu metode strut-and-tie-models.
Prof Jorg Schlaich adalah salah satu profesor di bidang teknik struktur yang berani secara lugas mengetengahkan bahwa ada seni atau art di bidang teknik struktur tersebut. Bahwa dengan memahami secara benar dan dapat menjiwainya maka dari ilmu teknik sipil khususnya ilmu analisis struktur dapat diwujudkan keindahan dari suatu struktur yang diciptakannya.
Hal tersebut sejalan dengan prof Firtz Leonhardt, guru besar di Uni Stuttgart sebelumnya yang akhirnya diteruskan oleh prof. Schlaich.
Dari ke dua Profesor tersebut ditemukan karya-karya yang secara jelas menunjukkan bahwa ada art atau seni dibidang struktur yang direncanakannya.  Padahal mereka-mereka jelas-jelas adalah profesor di bidang structural engineering dan bukan arsitektur.
Tentu saja, ini hal yang baru bagi teman-teman structural engineer di Indonesia, saya yakin itu, karena selama puluhan tahun kerja profesional di konsultan sebagai structural engineer, juga sebagai dosen, seakan-akan kita (structural engineer) hanya bisa menghasilkan sesuatu ditinjau dari sisi kekuatan (strength) dan kekakuan (stiffness) nya saja, kita tidak pernah meninjau sisi keindahan dari struktur karya kita. Pantaslah kalau begitu banyak dari teman-teman kita, karyanya tidak ‘kelihatan’, karena hanya seni atau art yang mudah dipahami oleh orang awam. Itulah yang menjawab bahwa seakan-akan kerja arsitek lebih jelas dibanding orang sipil (bagi orang awam).
Kita harus mendobrak, bahwa kita (structural engineer) tidak kalah juga dengan arsitek. Apalagi sekarang diketahui bahwa pendidikan arsitek telah menghilangkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan peninjauan tentang strength atau stiffnes dari suatu bangunan.  Catatan : ini pengalaman dari satu jurusan arsitek di Jakarta yang penulis ketahui.
Langkah pertama adalah menguasai dengan benar ilmu-ilmu analisa struktur baik cara manual maupun berbasis komputer. Meskipun menguasai dengan benar, tetapi dalam pikiran, kita harus menganggap bahwa ilmu analisa struktur itu bukan segala-galanya / bukan tujuan, tetapi hanya sebatas sebagai tool atau alat untuk mengekplore perilaku struktur, sehingga struktur yang akan direncanakan dapat kita kendalikan sedemikian rupa sehingga sisi art dapat ditonjolkan.
Langkah kedua, jangan terjebak pada analisis makro aja, yang besar-besar saja, tetapi juga paham pada analisis mikro, yaitu kemampuan mendesain detail dari struktur-struktur tersebut. Sehingga bilamana perlu, struktur tidak perlu ditutup-tutupi tapi dapat diekspose.
Untuk itu baiklah kita perlihatkan satu karya prof Schlaich yang dapat mencerminkan keindahan.
jaring1
Atap kaca penutup Museum Sejarah Hamburg
Perhatikan atap kaca di atas, mana strukturnya, kelihatan nggak. He, he pasti kalau hanya punya ilmu-ilmu yang biasa aja, pasti bingung, koq kuat ya, mana rangka bajanya. Ternyata struktur tersebut diatas terdiri dari struktur grid yang diberi kabel pre-stressed tipis yang menyilang (membuat grid menjadi kaku) yang kalau tidak dilihat secara jelas maka nggak kelihatan (samar).
Mau tahu rahasianya. Ini lho inti kekuatannya (dilihat secara dekat).
jaring2
Kabel prestressed yang memperkaku grid
jaring3
jaring4
Coba perhatikan detailnya, apa ada di text book standard. Nggak ada khan. Itulah yang dinamakan kreativitas, bentuknya nyeni tapi kalau asal nyeni nggak tahu ilmu strength of material pasti jebol. Itu di atas kerjaannya orang structural engineer lho, bukan seniman.
O ya masih ada contoh menarik, jika di atas adalah bangunan maka sekarang ke jembatan. Seni di jembatan rasanya belum masuk kurikulum arsitek indonesia lho, jadi orang structural engineer mestinya bisa masuk. Jembatan berikut adalah Kirchheim overpass, perhatikan filosofi yang mendasari dipilihnya bentuk berikut.
http://wiryanto.files.wordpress.com/2007/05/jembatan1.jpg?w=500
http://wiryanto.files.wordpress.com/2007/05/jembatan2.gif?w=500
http://wiryanto.files.wordpress.com/2007/05/jembatan3.jpg?w=500
Perhatikan untuk mengambil foto seperti ini saja anda harus tahu teknik memfoto dengan baik, gambar di atas pasti diambil dari lensa wide angle khusus, misal lensa 10-20 mm. Jadi teknik memfoto dengan baik merupakan salah satu modal bagaimana memasukkan art atau seni dalam bidang pengajaran teknik struktur.
O ya, jangan lupa juga untuk melihat gedung stadion Stuttgart. Kalau penggemar sepakbola pasti udah tahu. Ini idenya prof. Schlaich juga lho, coba lihat detail-detail berikut, nyeni nggak. Arsitek kita sih pasti angkat tangan, itu semua yang kelihatan (exposed) itu ya strukturnya itu sendiri.  
http://wiryanto.files.wordpress.com/2007/05/stadion1.jpg?w=500
The Gottlieb-Daimler Stadium roof at Stuttgart
http://wiryanto.files.wordpress.com/2007/05/stadion2.gif?w=500
http://wiryanto.files.wordpress.com/2007/05/stadion31.jpg?w=500
http://wiryanto.files.wordpress.com/2007/05/stadion4.jpg?w=500
http://wiryanto.files.wordpress.com/2007/05/atap-stadion.jpg?w=500
Gimana teman-teman, mau jadi seniman yang nggak bisa ditiru oleh para seniman itu sendiri.
Hayo, anda punya ilmunya.
Bidang ini belum ada yang menyentuhnya, di Indonesia perlu dibuat suatu buku yang dapat menjelaskan seperti bercerita tamasya, melihat-lihat pemandangan tetapi sebenarnya sedang menceritakan filosofi teknik. Mengapa bentuk jembatan itu seperti itu, mengapa nggak seperti ini dsb. Suatu saat nanti, jika Tuhan berkenan pasti akan ada buku semacam itu yang berbahasa Indonesia dan jika Tuhan berkenan maka aku mau mencurahkan waktuku untuk itu. Semoga.
Note : itu di atas baru didasarkan dari tiga artikel di bukunya Holgate, masih ada 300 halaman lagi yang bisa diexplore bahwa structural engineer itu juga nyeni.

Tidak ada komentar: