The Art of Structural Engineering
Rate This
Suatu judul yang menarik, saya ambil
dari bukunya prof Alan Holgate tentang “The Work of Jorg Schlaich and his Team“, karya-karya prof Jorg Schlaich, guru besar emeritus di Uni Stuttgart sekaligus
penemu metode strut-and-tie-models.
Prof Jorg Schlaich adalah salah satu
profesor di bidang teknik struktur yang berani secara lugas mengetengahkan
bahwa ada seni atau art di bidang teknik struktur tersebut. Bahwa dengan
memahami secara benar dan dapat menjiwainya maka dari
ilmu teknik sipil khususnya ilmu analisis struktur dapat diwujudkan keindahan
dari suatu struktur yang diciptakannya.
Hal tersebut sejalan dengan prof Firtz Leonhardt, guru besar di Uni Stuttgart
sebelumnya yang akhirnya diteruskan oleh prof. Schlaich.
Dari ke dua Profesor tersebut
ditemukan karya-karya yang secara jelas menunjukkan bahwa ada art atau seni
dibidang struktur yang direncanakannya. Padahal mereka-mereka jelas-jelas
adalah profesor di bidang structural engineering dan bukan arsitektur.
Tentu saja, ini hal yang baru bagi
teman-teman structural engineer di Indonesia, saya yakin itu, karena
selama puluhan tahun kerja profesional di konsultan sebagai structural
engineer, juga sebagai dosen, seakan-akan kita (structural engineer)
hanya bisa menghasilkan sesuatu ditinjau dari sisi kekuatan (strength)
dan kekakuan (stiffness) nya saja, kita tidak pernah meninjau sisi
keindahan dari struktur karya kita. Pantaslah kalau begitu banyak dari
teman-teman kita, karyanya tidak ‘kelihatan’, karena hanya
seni atau art yang mudah dipahami oleh orang awam. Itulah yang
menjawab bahwa seakan-akan kerja arsitek lebih jelas
dibanding orang sipil (bagi orang awam).
Kita harus mendobrak, bahwa kita (structural
engineer) tidak kalah juga dengan arsitek. Apalagi sekarang diketahui bahwa
pendidikan arsitek telah menghilangkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
peninjauan tentang strength atau stiffnes dari suatu
bangunan. Catatan : ini pengalaman dari satu jurusan arsitek di
Jakarta yang penulis ketahui.
Langkah pertama adalah menguasai dengan benar ilmu-ilmu analisa struktur
baik cara manual maupun berbasis komputer. Meskipun menguasai dengan benar,
tetapi dalam pikiran, kita harus menganggap bahwa ilmu
analisa struktur itu bukan segala-galanya / bukan tujuan, tetapi hanya
sebatas sebagai tool atau alat untuk mengekplore
perilaku struktur, sehingga struktur
yang akan direncanakan dapat kita kendalikan
sedemikian rupa sehingga sisi art dapat ditonjolkan.
Langkah kedua, jangan terjebak pada
analisis makro aja, yang besar-besar saja, tetapi juga paham pada analisis
mikro, yaitu kemampuan mendesain detail dari
struktur-struktur tersebut. Sehingga bilamana perlu, struktur tidak
perlu ditutup-tutupi tapi dapat diekspose.
Untuk itu baiklah kita perlihatkan
satu karya prof Schlaich yang dapat mencerminkan keindahan.
Atap kaca penutup Museum Sejarah
Hamburg
Perhatikan atap kaca di atas, mana
strukturnya, kelihatan nggak. He, he pasti kalau hanya punya ilmu-ilmu yang
biasa aja, pasti bingung, koq kuat ya, mana rangka bajanya. Ternyata struktur
tersebut diatas terdiri dari struktur grid yang diberi kabel pre-stressed tipis
yang menyilang (membuat grid menjadi kaku) yang kalau tidak dilihat secara
jelas maka nggak kelihatan (samar).
Mau tahu rahasianya. Ini lho inti
kekuatannya (dilihat secara dekat).
Kabel prestressed yang memperkaku
grid
Coba perhatikan detailnya, apa ada
di text book standard. Nggak ada khan. Itulah yang dinamakan kreativitas,
bentuknya nyeni tapi kalau asal nyeni nggak tahu ilmu strength of material pasti
jebol. Itu di atas kerjaannya orang structural engineer lho, bukan
seniman.
O ya masih ada contoh menarik, jika
di atas adalah bangunan maka sekarang ke jembatan. Seni di jembatan rasanya
belum masuk kurikulum arsitek indonesia lho, jadi orang structural engineer
mestinya bisa masuk. Jembatan berikut adalah Kirchheim overpass, perhatikan filosofi yang mendasari
dipilihnya bentuk berikut.
Perhatikan untuk mengambil foto
seperti ini saja anda harus tahu teknik memfoto dengan baik, gambar di atas
pasti diambil dari lensa wide angle khusus, misal lensa 10-20 mm. Jadi teknik
memfoto dengan baik merupakan salah satu modal bagaimana memasukkan art atau
seni dalam bidang pengajaran teknik struktur.
O ya, jangan lupa juga untuk melihat
gedung stadion Stuttgart. Kalau penggemar sepakbola pasti udah tahu. Ini idenya
prof. Schlaich juga lho, coba lihat detail-detail berikut, nyeni nggak.
Arsitek kita sih pasti angkat tangan, itu semua yang kelihatan (exposed)
itu ya strukturnya itu sendiri.
The Gottlieb-Daimler Stadium roof at
Stuttgart
Gimana teman-teman, mau jadi seniman
yang nggak bisa ditiru oleh para seniman itu sendiri.
Hayo, anda punya ilmunya.
Bidang ini belum ada yang
menyentuhnya, di Indonesia perlu dibuat suatu buku yang dapat menjelaskan
seperti bercerita tamasya, melihat-lihat pemandangan tetapi sebenarnya sedang
menceritakan filosofi teknik. Mengapa bentuk jembatan itu seperti itu, mengapa
nggak seperti ini dsb. Suatu saat nanti, jika Tuhan berkenan pasti akan ada
buku semacam itu yang berbahasa Indonesia dan jika Tuhan berkenan maka aku mau
mencurahkan waktuku untuk itu. Semoga.
Note : itu di atas baru didasarkan
dari tiga artikel di bukunya Holgate, masih ada 300 halaman lagi yang bisa
diexplore bahwa structural engineer itu juga nyeni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar